Senin, 03 Juli 2017

#KIMV

Assalamualaikum wr.wb
Hai teman teman, gimana hari ini? Kerjaan lancar? Kuliah lancar? Alhamdulillah,
Oyaaa ini postingan Fella keenam nih ahhaha, semoga selalu diberi kesempatan untuk posting terus yak!! 😍😍
Judul postingan ini adalah KIMV. Kenapa? ada yang tau? hehe, KIMV merupakan salah satu mata kuliah Fella di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lebih tepatnya adalah Kajian Internet dan Masyarakat Virtual (KIMV) yang di ampu oleh dosen kita sekaligus merupakan Kepala Perpustakaan UIN SUKA Yogyakarta yakni Dra. Labibah, M.LIS. atau biasa kita panggil Ibu Labibah 💗💗💗
Beliau memberikan kami tugas untuk membuat sebuah event, akhirnya tercetuslah tim KIMV yang terdiri dari Fella (saya sendiri), Nailul, Mustika, Susi, Ema, Nadia, Riska, Tejo, Hadira, dan Purnomo. Di sini kami sebenarnya simple tujuannya yakni ingin menyebarkan kegemaran membaca sekaligus memberikan sarana untuk menghabiskan waktu menunggu buka puasa (acara dilaksanakan waktu puasa)
Kami bersepuluh sepakat menamai acara ini dengan "ngaritBUKU" alias Ngabuburit sambil moco buku *unik yaaa hahaha 😀😀
Fella di sini masuk ke dalam seksi perlengkapan. Jadi dari awal Fella sudah desain poster, buat logo, promosi, dan nyediain keperluan acara ini *lengkap sudah* hahaha
Ini nih penampakan hasil karya Fella buat poster, amatir dan masih belajar wkwk.


 Poster Hari pertama 😁 gimana? Lucu kan wkwk *banggain diri sendiri*



Poster Hari kedua 😁

Hari pertama tanggal 04 Juni 2017, tim KIMV mangkal di Masjid Labotarium Agama UIN SUKA Yogyakarta. Kita sudah siap-siap dari jam 14.00WIB. Ini nih penampakan stand tim KIMV untuk acara ini


Kalau yang ini sebagain koleksi buku yang disediakan tim KIMV


Hari pertama, pengunjung di Masjid Labotarium Agama UIN SUKA lumayan rame karena banyak mahasiswa mengerjakan tugas di sekitar Masjid, di sana juga bertepatan dengan acara tabligh Akbar. Selain menyediakan baca buku gratis, tim KIMV juga memberikan hadiah doorprize sebagai reward untuk pengunjung yang membaca buku.

Penampakan pengunjung stand tim KIMV di Masjid Labotarium UIN SUKA Yogyakarta


Selamat kepada pemenang doorprize

Hari kedua, tim KIMV pindah lokasi ke Masjid Al-Munawwaroh. Kalau boleh jujur, antusias di Masjid ini jauh lebih besar. Mungkin karena letaknya yang strategis di sekitar jalan raya, kosan, dan tempat makan jadi ketika masyarakat mau menunaikan ibadah sholat bisa langsung melihat stand kami.


Rame kan hehe, Alhamdulillah 👍👍

Yang lebih membuat senang adalah sambutan dari pihak Masjid yang sangat hangat, mereka menerima tim KIMV dengan terbuka *jadi terharu*
Acara hari kedua sama sih, tetep ada pembagian doorprize untuk pengunjung yang membaca



Dari kegiatan ini, saya pribadi merasakan bahwa mengajak orang untuk membaca itu susah. Terlebih jika orang tersebut sibuk dengan aktivitasnya, ketika kami promosi melalui face to face untuk mengunjungi stand kami terlihat sedikit yang antusias dan bahkan merasa "apa sih ini" hahaha
Tapi jangan salah, sebenarnya mereka itu minat bacanya tinggi lo. Mereka mau membaca asalkan bahan bacaan sesuai dengan keinginan mereka, di Masjid Al Munawwaroh yang paling membuat saya kagum. Tanpa face to face, masyarakat sudah mau berkunjung mengunjungi stand kami. Mereka juga tidak ragu bertanya, bacaan yang mereka sukai. Aaaahhhh suka suka, Alhamdulillah 💚
Membaca itu disukai karena kebiasaan, membaca itu disukai karena kemauan. Gimana suka membaca kalau kita ogah-ogahan dan males???
Sebelum mengajak orang lain suka membaca, lebih baik koreksi dirimu sendiri. Sudahkan kamu suka membaca???? Baru, Yuuk kita membaca bersama-sama 😊😊😊😊😊

Terima kasih untuk tim KIMV atas kerjasamanya yang sangat menyenangkan dan memberikan pengalaman berkesan bahwa berhadapan di publik itu tidak mudah terlebih kita mempromosikan tentang membaca, coba saja kalau kita promosi diskonan baju wkwk bejibun itu orang *becanda*
Terima kasih untuk pihak Masjid Labotarium UIN SUKA Yogyakarta,
Terima kasih untuk pihak Masjid Al-Munawwaroh Yogyakarta. Dan kepada semua pengunjung stand kami, Semoga acara ini tidak putus sampai di sini karena antusiasnya besar looo 👄👄
Hidup #KIMV hastag fenomenal hahahaha 😍😍





Minggu, 02 Juli 2017

Ian H. Witten dan Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.

Assalamualaikum wr.wb
Halooooo, gimana kabar kalian? Semoga selalu dalam keadaan baik, dan dalam perlindungan Alloh SWT. Aamin Ya Alloh 💗💗💗
Ini postingan Fella kelima looo, Alhamdulillah. Semoga terus terus bisa menulis ya 👍
Hari ini Fella mau membahas tentang tokoh Perpustakaan. Siapa nih di antara kalian yang tau tokoh Perpustakaan? Kenal Pak Sulistyo Basuki? Pak Blasius Sudarsono? Kalau Pak Putu Laxman Pendit? Gimana Pak Lasa?? Hehehehe..... Pasti familiar kan denger nama itu, tapi di sini Fella mau sedikit membahas tentang tokoh Perpustakaan bernama Ian H. Witten dan Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.
Kenapa Fella membahas ini, karena kedua tokoh ini berada di jalur sama yakni bergelut tentang digitalisasi. Yuuk tanpa basa basi langsung di jelaskan 😎😎💨

Fella kenalin profil kedua tokoh dulu ya,
Ian H. Witten ini ilmuwan komputer sekaligus profesor di Depatemen Ilmu Komputer Universitas Waikato loo teman-teman. Bidang yang ia tekuni meliputi Digital Library, Text Mining, Machine Learning, Information Retrieval.
Ian H. Witten merupakan salah satu orang yang menyukseskan Weka. Software Weka yang di akuisisi oleh Pentaho Corp (Open source BI paling populer di dunia).
Sedangkan Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc. merupakan pustakawan dari IPB. Dengan latar belakang pengalaman kerja, jabatan, dan pengabdian ke duania Perpustakaan. Beliau juga pernah menajbat sebagai Kepala Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi.
Beliau juga pernah mengembangkan sistem informasi layanan yang bemula ISISCIR kemudian berubah menajdi SIPISIS tahun 1993. Karena ini, beliau dan tim pengembangan teknologi informasi akhirnya Perpustakaan IPB berhasil jadi leader dan tren setter di bidang otomasi Perpustakaan.
Abdul Rahmandan timnya membangun koleksi digital mulai tahun 1999 dengan mendigitalkan koleksi disertasi lulusan Program Pascasarjana IPB sebagai koleksi Perpustakaan masa depan. Bapak Abdul Rahman juga mengembangkan portal jurnal online terbitan fakultas/ jurusan dan unit-unit dilingkungan IPB.

Gimana? Menarik kan hehe 😍😍😍
Kenapa Fella mencoba membahas kedua tokoh? Karena mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam menekuni bidang keilmuannya meskipun sama dalam digitalisasi.
Persamaannya Ian H. Wiiten dan Abdul Rahman S merupakan ahli bidang komputer yang mengembangkan program atau sistem untuk Ilmu perpustakaan. Ian H. Witten merupakan koordinator dari program GDSL (Greenstone Digital Library Software) yang merupakan software open source sebagai pengembangan layanan perpustakaan digital.
Nah kalau Bapak Abdul Rahman ini merupakan pustakawan yang mengembangkan perpustakaan digital yang ia mulai dari perpustakan IPB tempat ia bekerja. Beliau juga membantu otomasi perpuatkaan di banyak Perpustakaan di Indonesia juga looo *keren*
Karena hal-hal di atas, Fella memilih kedua tokoh untuk Fella bahas. Karena pada dasarnya mereka merupakan tokoh yang sama-sama membantu, membangun, menekuni, memahami, dan mengembangkan digitalisasi pada perpsutakaan digital.

Kontribusi kedua tokoh ini sudah jelas dalam bidang digitalisasi. Meskipun latar belakang mereka berbeda, Ian H. Witten seorang ahli komputer, teknik elektro. Nah Bapak Abdul Rahman ini seorang pustakawan. Namun mereka mempunyai cara implementasi berbeda sesuai dengan keahlian bidang masing-masing. Tapi tetap saja, jasa mereka dalam mengembangkan digitalisasi pada perpustakaan digital sangat bermanfaat untuk kita yang sekarang. Terima kasih 💜💜💜💜💜💜💜

Aplikasi Greenstone dari Ian H. Witten ini memiliki kemampuan membangun dan mengatur serta menyediakan penelusuran untuk koleksi digital. Aplikasi ini dapat diinstal dan dijalankan pada komputer sistem stand alone, sistem jaringan intranet maupun internet. Greenstone ini juga mengelola data koleksi buku pribadi sebagai suatu sistem otomasi perpustakaan sederhana loo.
Kontribusi Abdul Rahman dalam Ilmu Perpustakaan muncul dan berkembang sebagai technical assistance (TA) di berbagai Perpustakaan Universitas, menajdi pembicara dalam seminar diberbagai Perpustakaan demi mempromosikan pembangunan perpustakaan digital dan pengembangan otomasi perpustakaan.

Ian H. Witten lebih memfokuskan koleksi digitalnya dan bagaimana pemanfaatan koleksi berformat elektronik karena memang dasar dari Ian adalah ilmu komputer. Jadi gak heran kalau ia berfokus pada sistem atau program dari Perpustakaan digital.
Kalau pemikiran Abdul Rahman, beliau lebih menegaskan pada alur pelaksanaan Perpustakaan digital seperti SDM, apa yang perlu dilakukan, bagaimana bentuk koleksi digital.


Perpustakaan Konvensional, Digital, Hibrida, dan Bookless Library

Assalamualaikum wr.wb
Hai Hai Hai, ketemu lagi dengan Fella. Sekarang sudah tanggal 03 Juli ya?
Yang masuk kerja tetep semangaat, Yang masuk kuliah juga tetep kuat, Yang masuk sekolah tetep rajin hahahaha *libur usai* semangatin diri!!
Kita mau bahas apa lagi nih, hmm......
Eh, kalian pernah kepikiran gak sih Apa itu Perpustakaan konvensional, Perpustakaan digital, Hibrida, dan Bookless Library yang lagi ngetrend-ngetrendnya sekarang. Bahas ini aja yuk hihi....

Perpustakaan konvensional atau tradisional apa sih? Hmm, Perpustakaan yang menyediakan koleksi buku, jurnal, manuskrip, dan koleksi-koleksi lain. Namun, dalam format tercetak/ kertas. Dan cara pengaksesannya, proses pengadaan hingga sirkulasi dilakukan secara manual, tanpa menggunakan bantuan teknologi informasi komputer loooo.
Hebat gak sih Perpustakaan ini? hehe.. Bangga deh, sama sejarah Perpustakaan konvensional ini, apalagi yang masih tetap bertahan dengan sistem ini di tengah-tengah globalisasi yang sudah merebak luas. Intinya sih, bagaimana cara bertahan dan mempertahankan 💙💙
Kalau dipikir-pikir, Perpustakaan konvensional ini mempunyaai sisi kelemahan dan kelebihannya lo. Hayoo apa saja?
Kalau menurut Fella, Perpustakaan konvensional ini sisi kelemahannya sudah terlihat di pembicaraan awal kita man teman.
  • Perpustakaan konvensional hanya menyediakan koleksi berformat tercetak/ kertas saja 
  • Masih mengunakan katalog manual (kertas) 
  • Layanan Perpustakaan konvensional ini juga tergolong manual haha. Kalian butuh buku? Ya carinya langsung ke Perpustakaan. Belum ada tuh namanya OPAC , benar-benar masih manual banget deh. Cari dulu katalog manualnya baru di cari di rak koleksi buku. Oke, selamat mencari! Hahaha 😄😄😄😄😄 
  • Butuh ruangan yang termasuk besar lo, bayangin aja. Semua koleksi tercetak haha, mau dibuang sayang karena takut butuh lagi. Gak dibuang, koleksi baru datang. Ya otomatis koleksi lama ditampung di gudang Perpustakaan. Sapa tau dibutuhkan, iya nggak? Jadinya butuh ruangan extra
  • Membaca koleksi/ buku hanya bisa dilakukan dengan bentuk fisik (buku), tidak bisa di unduh seperti koleksi online
  • Perpustakaan konvensional juga memiliki titik cari yang terbatas
Terus kalau sisi kelebihannya:
  • Dalam pengaksesan bahan pustaka gak ada tuh yang namanya ketakutan mau mati lampu haha *koleksinya tercetak sih* palingan susah nyari koleksi di rak, karena gelap bukan karena koneksi internet wkwk 😆😆😆😆😆
  • Juga, gak ada ketakutan terjadi hang, virus, dan terjadi masalah lemot (loading lama) aaahhh jauuuuh tuh sama Perpustakaan ini hehe
Masih ada gak sih, Perpustakaan yang masih menggunakan sistem ini? Ada looo, tapi semuanya tergantung kebijakan Perpustakaan masing-masing sih. Namun biasanya gak sepenuhnya manual. Tapi sudah tercampur dengan teknologi informasi dan komputer, bisa dikatakan beralih ke Perpustakaan Hibrida. Yaaa tentunya karena kebutuhan manusia semakin meningkat, sekarang jaman globalisasi, apa-apa teknologi, gadget, dan lain-lain yang memudahkan manusia mencari informasi dan memudahkan pekerjaan sih. 
Lanjut ke Perpustakaan digital, apa sih? kalau yang ini, kalian pasti sering mendengarnya kan hahaha. Hayoo ngaku?? 💚💚💚
Perpustakaan digital ini mendapat bantuan dari sistem informasi melalui web atau pun elektronik untuk koleksi-koleksinya sehingga dapat berformat digital/ elektronik.
Perpustakaan digital ini tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sumber-sumber lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia. Koleksi Perpustakaan digital juga tidak terbatas pada dokumen elektronik saja tetaapi juga bisa artefak dalam format digital.
Pernah gak sih mikirin kenapa semua ini bisa terjadi di Perpustakaan? Apa salah Perpustakaan wkwk 😏😏 *jreeeng jreeenggg*
Kalian pasti sadar, sekarang sudah apa-apa digital/ elektronik. Kebutuhan kalian juga tambah banyak, berbeda dari sebelumnya, dan masih banyak alasan lainnya. Maka dari itu, Perpustakaan yang representatif memenuhi kebutuhan informasi kalian secara bertahap. Ibarat kata, Perpustakaan konvensional itu bayi lalu berkembang ke Perpustakaan digital yang sudah masa remaja/ ABG haha *apalah ini*
Perpustakaan menyesuaikan kebutuhan kalian dari perkembangan jaman karena terjadi penambahan dan pengembangan koleksi bahan psuatka yang bertambah seiring waktu. Terlebih kebutuhan akan informasi juga berbeda dan meningkat, tentu hal ini menjadikan pertimbangan mengapa Perpustakaan melakukan perubahan dan pembangunan secara representatif.
Kelebihan Perpustakaan digital ini seperti:
  • Menghemat ruangan
  • Aksesnya dapat dilakukan secara ganda
  • Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu
  • Koleksi berformat elektronik atau berbentuk multimedia
  • Biaya lebih murah
 Kelemahan Perpustakaan digital:
  • Tidak semua pengarang, mengijinkan adanya pendigitalan koleksi
  • Masih banyak yang belum mengenal teknologi, apalagi jika Perpustakaan digital dikembangkan di Desa. Pasti butuh sosialisasi dulu doong ya
  • Masih minim pustakawan yang paham tentang tata digital koleksi Perpustakaan

Perpustakaan Hibrida apa sih? hlaaa, kan udah Fella singgung barusan haha
Hayooo apa? Perpustakaan Hibrida ini seperti blesteran 😜😜
Gimana enggak, karena Perpustakaan Hibrida sebagai bentuk perpaduan dari Perpustakaan konvensional dengan Perpustakaan digital/ elektronik. Konsep Perpustakaan Hibrida ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sekarang lo. Iya apa iya? haha
Maksudnya, pengembangan resources dalam bentuk tradisional/ konvensional juga perlu diseimbangkan dengan pengembangan digital. Alih-alih dilakukan seperti ini sih biasnya Perpustakaan, karena tidak mau meninggalkan sistem tradisional/ manual yang lama jadi ya dipadukan dan didampingkan biar kawin hahaha 💚😝
Koleksi Perpustakaan ini yakni koleksi tercetak bisa saja dialih mediakan menjadi koleksi digital/ elektronik sehingga mudah di akses pemustaka. Jadi sudah ada pandangan kan, apa sih kelebihan Perpustakaan hibrida ini:
  • Sumber data yang tersedia lebih banyak, beraneka ragam
  • Biaya pengeluaran sedikit lebih rendah, ya karena bisa meminimalkan ruangan
  • Memerlukan sedikit tempat/ memakan ruangan yang tidak terlalu besar
  • Lebih efektif, pemustaka tidak harus memilih buku, mencari buku secara manual
  • Penyimpanan data dapat bertahan lama dan dapat diperbarui dengan mudah
  • Jaringan mendapatkan data lebih akurat dan dapat dilakukan dengan mudah
Kekurangan dari Perpustakaan hibrida ini:
  • Dari bahan-bahannya terkadang sifat keasliannya data ini masih belum pasti, belum dapat dipertanggungjawabkan (data digital)
  • Pengetahuan tentang Perpustakaan hibrida pada masyarakat masih kurang terutama pada pemahaman sistem
  • Keterampilan masyarakat akan penggunaan sarana teknologi belum merata 😱


Perpustakaan Bookless ini seperti Perpustakaan tanpa fisik buku, semuanya serba digital. Lebih-lebih seperti toko komputer hahaha 😨😨😨 Karena isinya semua komputer, PC, bahkan tablet. Heran? Sama haha, soalnya di Indonesia belum ada. Kapan Indonesia ada satu Perpustakaan kayak gini *khayalan*
Perpustakaan Bookless menggunakan komputer, bacaan elektronik dan teknologi lain yang digunakan/ diproduksi dengan format digital. Perpustakaan Bookless sering dianggap sebagai Perpustakaan masa depan yang potensial. Namun kendalanya ya tetep pada akses dan hak cipta yang terbatas. Kenapa?
Karena Perpustakaan Bookless sebagian besar koleksi berfomat digital yang terkadang koleksinya masih belum tersedia (karena belum didigitalkan) belum bisa dipinjamkan secara online.

Kelebihan dari Perpustakaan Bookless adalah:
  • Lebih modern dan rapi karena tidak ada koleksi berdebu dan menumpuk
  • Membaca dan meminjam cukup menggunakan e-reader
  • Pemustaka menggunakan PC, laptop, dan tablet sebagai e-reader
  • Dapat di unduh sesuai kebutuhan
 Kelemahan Perpustakaan Bookless adalah:
  • Koleksi belum dapat dipinjam jika belum didigitalkan
  • Adanya perijinan untuk koleksi yang perlu didigitalkan
  • Terbatasnya e-reader, sehingga perlu bergantian dan menunggu
  • Memerlukan dana yang relatif lebih
  • Jika terjadi mati lampu, hang, dan permasalahn teknis lainnya tentu akan menggangu layanan Perpustakaan
  • Pemustaka harus mampu memahami cara kerja Perpustakaan Bookless 

Sabtu, 01 Juli 2017

Komparasi Sistem Klasifikasi Perpustakaan: DDC, UDC, dan LCC

Assalamua'laikum wr.wb
Hai Hai hai...... Ketemu lagi nih!! 👋👋
Fella mau ngucapin Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H 💗
Mohon maaf lahir dan batin, Maafin Fella ya kalau banyak salah kata ataupun sikap yang tak berkenan kepada kalian semua
.............😍😍
.......
...
..
Nah, setelah celotehanku yang panjang lebar di postingan kedua. Baru nih kita komparasikan antara ketiga sistem klasifikasi DDC, UDC, dan LCC. Ini lanjutan dari postingan Fella kedua yaa... Di sini Fella akan mencoba mengkomparasikan ketiga sistem klasifikasi tersebut. Ada beberapa cara dalam mengkomparasikannya, seperti melihat:
  • Tipe Klasifikasi (numeratif, mnemonik, dan faset)
  • Bentuk atau versi klasifikasi
  • Perkembangan di berbagai Perpustakaan di dunia
  • Tipe notasinya
  • Pembagian kelas utama dan notasinya
  • Tabel pembantu atau notasi tambahan
Berikut komparasi dari DDC, UDC, dan LCC
No
DDC
UDC
LCC
1
Termasuk dalam tipe klasifikasi enumeratif yang bersifat herarki
Termasuk tipe klasifikasi enumeratif yang bersifat herarki dan faceted/analytico synthetic
Termasuk tipe klasifikasi yang tidak bersifat herarki dan ekspresif dan sama sekali tanpa mnemonik
2
Ada 4 versi: Web dewey, Print edition, Abridge edition, dan Religion class
Ada 2 versi: Printed edition dan Online edition
LCC – Printed schedules
Classification web The online version of the LCC schedules
SuperLCCS – Gale’s LCC schedules kombinasi dengan Additions and changes
3
Edisi terbaru adalah edisi 23 terbit tahun 2011
Edisi terbaru In English edisi standart terbit tahun 2005
In Spanish edisi ketiga terbit tahun 2015
-    The first schedule E-F Sejarah: Amerika terbit 1901.
-    Diikuti 1902 Z Bibliografi
-    The first law schedules 1969
-    Terakhir the law schedules, KB religious law terbit 2004
4
Digunakan oleh sebagian besar Perpustakaan Umum, Perpustakaan Sekolah, Dan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Sebagian besar digunakan oleh Perpustakaan Khusus karena notasinya lebih terinci
Sistem klasifikasi ini banyak digunakan Perpustakaan Akademik dan Perpustakaan Riset di Amerika
5
Notasinya menggunakan angka desimal murni
Notasinya menggunakan percampuran angka dan simbol lainnya
Notasinya menggunakan penggabungan antara angka Arab, dengan huruf alfabet. Angka Arab (1-9) untuk kelas umum, huruf alfabet untuk kelas utama tertentu. Notasinya adalah faceted.
6
Notasi Kelas Utama
000 Computer science, information & general works
100 Philosophy & Psychology
200 Religion
300 Social Sciences
400 Language
500 Science
600 Technology
700 Art & recreation
800 Literature
900 History & Geography
Notasi kelas utama
0. Generalities
1. Philosophy, Psychology
2. Religion, Theology
3. Social sciences
4. (Under development)
5. Mathematics and natural sciences
6. Applied sciences, Medicine, Technology
7.The arts, Recreation, Entertainment, Sport
8. Language, Linguistics, Literature
9. Geography, Biography, History
Kelas utama disusun secara alfabetis
A     general works, polygraphy
B    religion
C   Auxiliary Science of History
D   General and old world history
E-F  american history
G     geography, maps, anthropology, recreation
H     social sciences
J      political sciences
K     law
L      education
M     music, books on music
N     fine arts
P      languages and literature
Q     science
R     medicine
S      agriculture
T      technology
U     military science
V     naval science
Z     bibliography, library science
7
Terdapat 7 tabel pembantu
  Subdivisi standar
  Tabel wilayah
  Tabel subdivisi kesusastraan
  Subdivis bahasa
  Tabel ras
  Bangsa dan etnis
  Tabel bahasa dan lainnya
Terdapat notasi tambahan yaitu berupa tanda (sign) dan angka (Number) :
+     Kombinasi 2 notasi yang berlainan
/      Kombinasi dua angka atau lebih yang berurutan
:      Hubungan antara 2 subjek
::     Hubungan dua subjek
=     Bahasa dokumen
(...)  Bentuk
(=0/9) Ras dan Kebangsaan
....” Waktu
A/Z  Susunan menurut abjad
=05... Personalia
Kode huruf untuk menunjukkan subjek tertentu dan sistem klasifikasi LCC tidak secara tegas membagi bidang-bidang ilmu pengetahuan secara ilmiah, melainkan hanya bersifat mengelompokkan dengan menggunakan simbol-simbol yang merupakan kombinasi huruf latin dan angka Arab.
  Bingung sama kata-kata di atas, yukk cek artinya di bawah ini:
  • Mnemonic (mnemonic), yaitu angka yang biasanya membantu pemakai atau untuk keperluan mengingat, mengenali serta mengembangkan sistem sintes analitis. Mnemonic sering digunakan untuk divisi bentuk, divisi geografis, bahasa dan sastra. Karena sifat sintesis analitis dari klasifikasi Dewey semakin meningkat pengunaan mnemonic pun semakin meningkat pula.
  • Enumerative (enumeratif), yaitu menyediakan sebuah daftar kode alfabetik yangdiasosiasikan dengan daftar tema.
  • Hierarchical (hirarkis), yaitu membagi aneka tema secara hirarkis dari yang paling umum ke yang paling spesifik.
  • Faceted atau analytico-synthetic, yaitu membagi aneka tema ke dalam aspek-aspek terpisah yang dipadukan.
Nah, pada sistem klasifikasi UDC dan DDC memiliki persamaan seperti:
  • DDC dan UDC menggunakan prinsip yang sama yaitu prinsip desimal
  • DDC dan UDC menggunakan notasi yang sama yaitu angka Arab
  • DDC dan UDC sama-sama membagi seluruh bidang pengetahuan ke dalam sepuluh bagian
Persamaan tersebut ada, karena pada dasarnya UDC merupakan pengembangan dari sistem klasifikasi DDC. Ketiga faktor di atas juga menunjukkan adanya kedekatan antara kedua sistem klasifikasi. Dengan kedekatan tersebut, kedua sistem klasifikasi tidak dapat dikatakan sama, ada beberapa perbedaan tipe, pemanfaatan, dan terutama pada notasi dan fenomena-fenomena subjek yang dicakup dalam setiap disiplin ilmu dari kedua bagan klasifikasi tersebut. Seperti yang Fella telah dijelaskan di atas.
 
Disamping perbedaan dan persamaan DDC, UDC, dan LCC  ada sisi kelebihan dan kelemahannya juga looo, kelebihan klasifikasi DDC adalah:
  • DDC merupakan sistem praktis. DDC merupakan bagan klasifikasi paling banyak digunakan di dunia, termasuk Negara kita yaitu Indonesia 👍
  •  DDC menggunakan lokasi relatif pertama kalinya. Lokasi relatif adalah sistem penempatan yang memungkinkan perubahan letak selama bahan pustaka tetap berkaitan subjeknya
  • Indeks relatif menyatukan subjek yang sama dengan aspek berlainan yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu
  • Notasi murni dengan angka Arab dikenal secara universal, sehingga dapat mudah menyesuaikan dengan sistem tersebut
  • Urutan numerik kasart mata yang memnudahkan penjajaran dan penempatan bahan pustaka di rak
  • Sifat hirarkis notasi DDC mencerminkan hubungan antara nomor kelas
  • Penggunaan notasi desimal memungkinkan perluasan dan pembagian subdivisi tanpa batas
  • Sifat mnemonics notasi membantu pemakai mengingat dan mengenali nomor kelas
  • Revisi berkala dengan interval teratur menjamin kemutakhiran bagan klasifikasi Dewey
Selain kelebihan ada pula kelemahan sistem klasifikasi DDC yaitu:
  • Klasifikasi Dewey terlalu berorientasi pada sifat Anglo Saxon serta Kritiani
  • Disiplin ilmu berkaitan acap kali terpencar
  • Penempatan subjek tertentu dipermasalahkan
  • Kelas 800 karya literer pengarang sama ditebarkan berdasar literer padahal scholar ingin berkumpul menjadi satu
  • Basis sepuluh DDC membatasi kemampuan perluasan sistem notasi karena sepuluh divisi hanya sembilan yang diperluas untuk memberikan tempat subjek bertingkat sama dalam hirarki. Bila subjek dibagi 10 subdivisi terpaksa mengalah turun lebih rendah menjadi subdivisi-subdivisi
  • Laju pertumbuhan ilmu pengetahuan tidak sama sehingga membuat struktur ilmu pengetahuan tidak seimbang

Jadi kesimpulan dari komparasi sistem klasifikasi DDC, UDC, dan LCC adalah: Dalam memilih sistem klasifikasi pada Perpustakaan semua tergantung pada kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi Perpustakaan tersebut. Karena sistem klasifikasi pada dasarnya adalah sitem untuk mempermudah temu kembali sebuah koleksi di Perpustakaan.
Karakteristik dari tiga klasifikasi yang telah dibahas Yaitu Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), dan Library of Congress Classification (LCC) ternyata berbeda satu sama lainnya. Baik dari segi komponen utama skema klasifikasinya seperti Schedules, Notasi, dan Indeks. Penulisannyapun secara kompleks maupun secara terbagi-bagi (terpecah dengan angka, atau huruf).

Daftar Pustaka
Rahma, M.W. 2008. Komparasi bagan sistem klasifikasi Dewey Decimal Classification (DDC) dengan Universal Decimal Classification (UDC), Universitas Sumatera Utara. Sulistyo Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramdeia Pustaka Utama. Mary Mortimer, "Learn Decimal Classification". Total Recall Publications, ed. 1, 2007, 14 http://en.bookfi.net/book/1173152 (diakses 22 Oktober, 2016).